Janganlah kau tangisi perpisahan dan kegagalan bercinta, karena pada hakikatnya jodoh itu bukan ditangan manusia. Atas kasih sayang Tuhan kau dan dia bertemu, dan atas limpahan kasih-Nya jua kau dan dia dipisahkan bersama hikmah yang tersembunyi. Pernahkan kau berfikir kebesaran-Nya itu?

Label

Kamis, 02 Juni 2011

Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

BAB 11
KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
 
1.     1.   Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaanperdag angan di dalam negeri, perdaganganinternasiona l sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya,bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, danhuku m dalam perdagangan.
a. Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan
konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
a.        b. Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar
kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
b.       c. Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk padaterm sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
c.        d.  Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisaekonometr i. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
d.      e.  Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
• Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisigeograf i,iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
• Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatunegara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
• Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, parapengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnyaharga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik
produksi yang lebih efesien dan cara-caramanaje men yang lebih modern
2.      2.  Perkembangan Ekspor Indonesia
Kinerja ekspor masih terus membaik dengan dicapainya nilai ekspor sebesar US$ 11,085 miliar pada bulan Januari 2008, namun harus diwaspadai bahwa kenaikan nilai ekspor itu tidak terlepas dari faktor eksternal berupa kenaikan harga komoditi dunia. Dengan pertumbuhan produksi sektor industri pengolahan yang hanya sekitar 4,7 persen pada tahun 2007, dan kenaikan sektor pertanian yang hanya 3,5 persen, maka dapat dipastikan bahwa kenaikan nilai ekspor pada kedua sektor tersebut yang masing-masing mencapai 16,76 persen dan 17 persen pada tahun 2007 lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas ekspor pada kedua sektor tersebut.
Berdasarkan nilai ekspor pertanian selama dua bulan pertama tahun 2008 mencapai nilai 682,2 juta dolar AS atau sekitar 3,16% dari nilai total ekspor Indonesia yang mencapai 21.617,5 juta dolar. Dari segi nilai, kontribusi sektor pertanian memang masih di bawah sektor lain, tetapi dari segi angka pertumbuhan ekspor pertanian telah melebihi pertumbuhan ekspor sektor lainnya. Dengan meningkatkan kinerja ekspor produk pertanian yang berdaya saing memberikan suatu tujuan untuk mengidentifikasi negara-negara tujuan ekspor produk pertanian Indonesia, dengan mengetahui trend ekspor dipasar Internasional pada negara tujuan ekspor dan perkembangannya dimasa yang akan datang, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor produk pertanian Indonesia yang berdaya saing berdasarkan kualitas standar dipasar Internasional untuk negara tujuan ekspor.
3.     3.    Tingkat Daya Saing
Tingkat daya saing Indonesia hingga saat ini masih rendah, yakni berada pada ranking 54 dari 133 negara berdasarkan survei Lembaga World Economic Forum 2010. Ini merupakan akibat dari kurang serasinya hasil pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan dunia kerja.
Oleh karena itu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Nasional akan mengintervensi kurikulum pendidikan sekolah agar memprioritaskan pelajaran kewirausaahaan agar lulusan sekolah mampu berwirausaha dan membuka lapangan kerja baru.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan hal itu saat memberikan kuliah umum pada silaturahmi dan temu alumni Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (STIKA), di Guluk-guluk, Sumenep, Madura, Sabtu (9/10).
Tingkat daya saing Indonesia berada di bawah beberapa negara Asia Tenggara lainnya, sepert iSingapura (ranking 3), Malaysia (24), Brunei Darussalam (32), dan Thailand (36). "Tingkat daya saing sangat dipengaruhi kemampuan individu pekerja, baik di tingkat pemerintahan maupun swasta, khususnya berkaitan dengan tingkat pendidikan tinggi dan keterampilan (higher education and training)," katanya. Menakertrans menyebutkan, rendahnya tingkat daya saing tenaga kerja Indonesia disebabkan antara lain oleh rendahnya tingkat pendidikan. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2010, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu sebesar 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari 116 juta orang total. Angkatan kerja angkatan kerja ini didominasi lulusan SD ke bawah sebesar 57,44 juta orang atau 49,52 persen. Kondisi ini, kata Muhaimin, secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi jumlah penduduk yang cukup besar dengan tingkat pendidikan dan produktivitas relatif rendah. Kondisi itu juga dipengaruhi terbatasnya peluang kesempatan kerja di sektor formal dan tidak sesuainya kompetinsi yang dimiliki tenaga kerja dengan pasar kerja. "Selain itu, dipengaruhi sikap psikologis dan kultur berwirausaha yang belum terbentuk," tutur Menakertrans. Pada 2014, lanjut Menakertrans, sasaran tingkat pengangguran terbuka adalah 5-6 persen. "Ini berarti tingkat pengangguran dapat ditekan 1,87 hingga 2,18 persen dibandingkan tingkat pengangguran 2009 yang sebesar 7,87 persen," ujarnya. Ditambahkan, pendatang kerja tahun 2010-2015 diperkirakan berpendidikan lebih baik dibanding sebelumnya. Diproyeksikan, jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang hanya berpendidikan SD akan berkurang setengah. Sehingga hanya akan ada sekitar 10 persen pada 2015," kata Menakertrans. Di sisi lain, ujarnya, jumlah mereka yang berpendidikan SMU ke atas diperkirakan meningkat, menjadi sekitar 30 persen pada 2015. "Meningkatnya jumlah angkatan kerja dengan pendidikan lebih baik dari sebelumnya, mempunyai implikasi kebijakan di bidang pembangunan ekonomi," tutur Muhaimin.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar